Blog

  /  

Artikel

ARTIKEL

Perbedaan Harga Pupuk Subsidi dan Non-Subsidi, Beda Kualitas?

Penggunaan pupuk dalam pertanian sangat penting karena pupuk merupakan sumber nutrisi untuk tanaman dan juga dapat menjaga tanaman dari serangan hama. Namun, di lapangan petani seringkali kesulitan dalam membeli pupuk karena tidak memiliki modal yang cukup. Secara umum, pupuk subsidi merupakan seluruh jenis pupuk yang penyaluran dan pengadaannya memperoleh subsidi dari pemerintah. Produsen pupuk bersubsidi merupakan perusahaan yang resmi ditunjuk oleh pemerintah. Produsen mendapatkan bantuan dana dari pemerintah untuk pengadaan pupuk yang bersubsidi sehingga pupuk dapat dijual dengan harga lebih murah kepada petani. Dengan disparitas harga yang cukup tinggi antara pupuk subsidi dan non-subsidi, apakah kualitas yang ditawarkan sepadan? Simak perbedaannya di bawah ini! 1. Lama Penyerapan Perbedaan dalam kualitas juga bisa dilihat, jika membandingkan kedua pupuk ini. Pupuk subsidi cenderung menyebabkan masa penyerapan yang lebih lama, dan berbeda dengan pupuk non subsidi. Hal ini dikarenakan kandungan bahan, dimana pupuk subsidi cenderung memiliki kandungan yang sama. Sedangkan pupuk non subsidi biasanya lebih bervariasi, sehingga penyerapan yang disebabkan lebih cepat. 2. Perbedaan Harga dan Target Pasar Harga pupuk subsidi cenderung lebih murah dibandingkan pupuk non-subsidi karena pendanaan yang berasal dari pemerintah, dibanding pupuk non subsidi. Biasanya, perbedaan harga berselisih sekitar kurang lebih Rp3000,00 per kilogram. Selain itu, pupuk bersubsidi biasanya diperuntukkan petani yang tergabung dalam kelompok tani dan telah terdaftar dalam sistem e-RDKK sedangkan pupuk non-subsidi ditargetkan untuk perusahaan atau pelaku usaha. 3. Warna dan Kemasan Pupuk Secara fisik, perbedaan yang dapat dilihat adalah dari warna kedua pupuk. Warna pupuk subsidi dan non-subsidi dibuat berbeda, guna meminimalisir terjadi penyelewengan dalam penggunaan pupuk subsidi. Contoh yang dapat diambil adalah pupuk urea subsidi cenderung memiliki warna merah muda atau pink, sedangkan pupuk urea non-subsidi berwarna putih. Perbedaan selanjutnya terletak pada kemasan pupuk tersebut. Kemasan pupuk subsidi memiliki ciri pada karungnya, yaitu terdapat tampilan logo Pupuk Indonesia di bagian depan karung dan bertuliskan ‘Pupuk Bersubsidi Pemerintah’. 4. Kualitas Pupuk Meski harga pupuk non-subsidi cenderung lebih mahal, namun kualitas yang ditawarkan pupuk non-subsidi mampu menghasilkan panen yang berlimpah ruah jika tanaman dirawat dengan baik. Oleh karena itu, untung yang didapat mampu menutupi harga beli pupuk yang dikeluarkan di awal. Pupuk non-subsidi juga terjamin mutunya karena memiliki ijin edar yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian. Perbedaan harga tentu berpengaruh pada kualitas yang didapatkan. Namun, apapun pilihan pupuknya, sudah sepatutnya tanaman dirawat dan dibudidayakan secara maksimal. Maju terus pertanian Indonesia!  Referensi: Neura Farm, Saprotan Utama  

Eratani / 21 Juli 2022

Lahan Pertanian Semakin Kesini Semakin Sempit, Kenapa Ya?

Apakah kamu sadar di beberapa daerah di Indonesia lahan pertanian semakin sempit? Jika kita lihat dari banyaknya penyebab lahan pertanian semakin sempit, penyebab utamanya adalah karena, perubahan fungsi lahan atau istlahnya adalah alih fungsi lahan. Sehingga hal ini menyebabkan lahan pertanian seperti sawah, berubah menjadi lahan yang tidak produktif. Makin sempitnya lahan pertanian tentu ditandai dengan berkurangnya aktivitas produksi pertanian, dari awalnya ada kegiatan usahatani kemudian berubah menjadi kegiatan lain diluar usahatani. Akibat dari alih fungsi lahan pertanian, tidak jarang petani yang beralih profesi karena, dinilai tidak menguntungkan atau seringkali rugi. Mayoritas petani yang beralih profesi, bekerja pada industri dan pabrik. Atau ada yang melakukan urbanisasi ke kota. Penyebab lahan pertanian menjadi sempit diantaranya adalah pembangunan perumahan pada lahan pertanian. Bertambahnya jumlah penduduk berbanding lurus dengan kebutuhan tempat tinggal. Sehingga, bisnis properti atau perumahan semakin membludak. Petani yang diimingi harga tinggi akhirnya menjadi tergoda untuk menjual sawah miliknya kepada developer.  Lalu penyebab lainnya adalah pendirian pabrik di daerah pedesaan sehingga, lahan pertanian banyak yang diambil alih. Murahnya biaya tenaga kerja di pinggiran kota tentu berpengaruh terhadap biaya produksi yang rendah. Maka tak jarang pada beberapa daerah di Indonesia, lahan pertanian berubah menjadi kawasan pabrik.  Kemudian, lahan pertanian dibebaskan untuk projek pemerintah. Seringkali proyek pemerintah seperti jalan tol, bandara, sekolah, atau yang lainnya “memaksa” petani untuk melepasnya. Semakin banyak proyek setiap tahunnya, maka akan semakin banayk pula lahan pertanian yang beralih fungsi.  Referensi: Belajartani.com  

Eratani / 21 Juli 2022