Blog

  /  

Article

ARTIKEL

Favoritt Warga +62, Ini Alasan Orang Suka Makan Nasi

Indonesia merupakan negara yang kaya dan penuh akan sumber daya alam. Mulai dari kebutuhan primer, sekunder, dan tersier kita, semua dapat kita nikmati karena adanya keindahan warisan dari negara kita. Salah satunya adalah beras. Nasi sudah menjadi makanan pokok untuk rakyat Indonesia turun temurun. Setiap hari dan dalam bentuk apapun, masyarakat Indonesia mengolah berbagai jenis hidangan berbahan dasar nasi. Bahkan seringkali kita mendengar ungkapan, bahwa orang Indonesia “belum kenyang jika belum makan nasi”. Hal ini menunjukan, bahwa budaya mengkonsumsi nasi merupakan sebuah kewajiban untuk rakyat Indonesia. Tapi kira kira, kenapa rakyat Indonesia memilih nasi sebagai makanan pokok? Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan hamparan sawah yang luas di pulau-pulaunya. Indonesia berhasil memanen padi dalam jumlah yang tinggi. Nasi adalah makanan termudah yang ditemukan orang Indonesia. Adapun ketersediaan padi dan beras yang berlimpah di Indonesia juga merupakan dampak dari orde baru yang terjadi pada tahun 1970 hingga 1980. Saat itu, pemerintah di masa orde baru memberikan investasi besar untuk sektor pertanian. Tidak heran sejak saat itu produksi beras dan padi berlimpah di Indonesia. Hal ini pun menjadikan nasi sebagai makanan pokok. Ada banyak manfaat dari mengonsumsi nasi karena nasi merupakan sumber energi dan mengandung tiamin yang berguna untuk membantu metabolisme karbohidrat. Selain itu, nasi juga mengandung magnesium sebagai komponen penting dalam membentuk struktur tulang dan juga dapat mengatur kontraksi otot. Namun, tetap saja ada resiko dari kebiasaan mengkonsumsi nasi secara berlebihan. Nasi putih merupakan jenis nasi yang paling banyak beredar di Indonesia. Perlu diketahui bahwa mengkonsumsi nasi putih yang berlebih dapat memicu kenaikan berat badan bahkan menyebabkan diabetes. Maka dari itu, sangat disarankan untuk mengontrol porsi makan nasi terutama bagi lansia. Referensi: Kompas, Tribun Style

Eratani / 21 Juli 2022

Ayo Mulai Hargai Jasa Petani Indonesia, Karena Mereka Perut Kita Terpenuhi

Di jaman sekarang, pernahkah kamu mendengar ada anak yang ketika ditanya cita-citanya ia menjawab dengan lantang ingin menjadi seorang petani? Rasanya sudah tidak pernah lagi terdengar. Di dalam kedudukan sosial, seorang petani kerap ditempatkan di posisi yang rendah. Pernahkah kamu merasa miris akan hal ini? Bukankah selama ini merekalah yang bekerja keras di bawah terik matahari demi sebutir nasi berkualitas untuk mengisi perut kita? Bukankah apa yang mengisi perut kita setiap harinya berasal dari mereka? Lalu pernahkah kita menghargai jasa mereka? Bukan hanya nasi, tapi juga sayuran dan buah-buahan yang kita konsumsi berasal dari kerja keras para petani. Di mulai dari menanam benih hingga tumbuh dan siap untuk dipanen. Lebih parahnya lagi, mayoritas petani Indonesia tidak memiliki lahan mereka sendiri untuk bertani. Sementara itu, sebagian besar dari kita lebih suka dan bangga terhadap bahan pangan impor yang kita beli sebagai wujud dari gaya hidup modern. Dilihat dari segi kualitas, tentu bahan pangan dari Indonesia yang dihasilkan oleh para petani Indonesia juga tidak kalah saing dengan kualitas dari luar. Bahkan pekerjaan sebagai petani terancam punah di Indonesia. Miris sekali bukan? Padahal Indonesia adalah negara berlabel agraris. Banyak generasi muda tidak ingin menjadi petani karena dianggap kurang bergengsi. Padahal petani adalah pekerjaan yang sangat mulia dengan segala jasa yang mereka lakukan. Mereka adalah pahlawan bagi perut kita, bagi hidup kita. Karena hanya mereka yang rela bekerja keras setiap harinya di bawah terik matahari hanya demi menghasilkan bahan pangan untuk negara. Mulai saat ini, ayo kita hargai jasa mereka dengan membeli bahan pangan dari Indonesia. Karena mereka kita bisa kenyang, begitu pula sebaliknya, dengan kita membeli hasil pangan dari Indonesia maka mereka juga akan bisa kenyang dan hidup lebih layak. Referensi: IDN Times  

Eratani / 21 Juli 2022

Jatu Barmawati: Si Petani Milenial yang Inspiratif

Jatu Barmawati adalah seorang wanita berusia 29 tahun yang lahir di pinggiran kota Lampung. Ia terlahir sebagai seorang anak petani dan hal inilah yang membawa langkah Jatu hingga bisa menjadi petani milenial yang inspiratif. Tumbuh besar dengan melihat usaha pertanian yang dikelola oleh ayahnya membuat Jatu memberanikan diri untuk turut terjun ke dunia pertanian. Dimulai dari mengambil jurusan pertanian hingga sekarang ia mampu menjadi eksportir wanita muda yang terbilang sukses. Kisah sukses Jatu Barmawati seolah menepis anggapan miring mengenai profesi petani yang identik dengan kata kuno, kotor, kumuh, dan berpenghasilan kecil. Sejak lulus kuliah, Jatu juga bertekad untuk merubah image miring mengenai profesi petani dan menganggapnya sebagai sebuah tantangan, motivasi, dan peluang untuk mengembangkan diri serta merubah mindset tersebut. Hal ini terbukti dengan Jatu yang berhasil menjadi seorang wirausaha pertanian milenial dengan sukses mengekspor manggis ke wilayah Eropa. Jatu Barmawati menganggap bahwa pertanian adalah sektor yang sustainability sexy yang mana semakin ditekuni, semakin membuat penasaran dan menggairahkan. Ia menilai bahwa hasil panen komoditas pertanian Indonesia memiliki kualitas yang baik dan tidak kalah saing dengan negara lain. Kesuksesan Jatu dalam mengekspor manggis ke Eropa khususnya Belanda, menjadikannya terpilih sebagai salah satu dari 67 Duta Pertanian Milenial(DPM)/Duta petani Andalan (DPA). Dengan menjadi salah satu bagian dari DPM membuat Jatu mendapatkan banyak teman dari berbagai provinsi. Sekaligus memperluas jaringan relasi Jatu, termasuk mereka yang siap mendukung dan mengembangkan kerjasama di sektor pertanian, terlebih lagi di bidang ekspor produk. Jatu juga berkomitmen untuk membagikan ilmu dan kesuksesannya dengan para pemuda pemudi di pedesaan. Referensi: IDN Times, Warta Ekonomi  

Eratani / 21 Juli 2022

Perbedaan Harga Pupuk Subsidi dan Non-Subsidi, Beda Kualitas?

Penggunaan pupuk dalam pertanian sangat penting karena pupuk merupakan sumber nutrisi untuk tanaman dan juga dapat menjaga tanaman dari serangan hama. Namun, di lapangan petani seringkali kesulitan dalam membeli pupuk karena tidak memiliki modal yang cukup. Secara umum, pupuk subsidi merupakan seluruh jenis pupuk yang penyaluran dan pengadaannya memperoleh subsidi dari pemerintah. Produsen pupuk bersubsidi merupakan perusahaan yang resmi ditunjuk oleh pemerintah. Produsen mendapatkan bantuan dana dari pemerintah untuk pengadaan pupuk yang bersubsidi sehingga pupuk dapat dijual dengan harga lebih murah kepada petani. Dengan disparitas harga yang cukup tinggi antara pupuk subsidi dan non-subsidi, apakah kualitas yang ditawarkan sepadan? Simak perbedaannya di bawah ini! 1. Lama Penyerapan Perbedaan dalam kualitas juga bisa dilihat, jika membandingkan kedua pupuk ini. Pupuk subsidi cenderung menyebabkan masa penyerapan yang lebih lama, dan berbeda dengan pupuk non subsidi. Hal ini dikarenakan kandungan bahan, dimana pupuk subsidi cenderung memiliki kandungan yang sama. Sedangkan pupuk non subsidi biasanya lebih bervariasi, sehingga penyerapan yang disebabkan lebih cepat. 2. Perbedaan Harga dan Target Pasar Harga pupuk subsidi cenderung lebih murah dibandingkan pupuk non-subsidi karena pendanaan yang berasal dari pemerintah, dibanding pupuk non subsidi. Biasanya, perbedaan harga berselisih sekitar kurang lebih Rp3000,00 per kilogram. Selain itu, pupuk bersubsidi biasanya diperuntukkan petani yang tergabung dalam kelompok tani dan telah terdaftar dalam sistem e-RDKK sedangkan pupuk non-subsidi ditargetkan untuk perusahaan atau pelaku usaha. 3. Warna dan Kemasan Pupuk Secara fisik, perbedaan yang dapat dilihat adalah dari warna kedua pupuk. Warna pupuk subsidi dan non-subsidi dibuat berbeda, guna meminimalisir terjadi penyelewengan dalam penggunaan pupuk subsidi. Contoh yang dapat diambil adalah pupuk urea subsidi cenderung memiliki warna merah muda atau pink, sedangkan pupuk urea non-subsidi berwarna putih. Perbedaan selanjutnya terletak pada kemasan pupuk tersebut. Kemasan pupuk subsidi memiliki ciri pada karungnya, yaitu terdapat tampilan logo Pupuk Indonesia di bagian depan karung dan bertuliskan ‘Pupuk Bersubsidi Pemerintah’. 4. Kualitas Pupuk Meski harga pupuk non-subsidi cenderung lebih mahal, namun kualitas yang ditawarkan pupuk non-subsidi mampu menghasilkan panen yang berlimpah ruah jika tanaman dirawat dengan baik. Oleh karena itu, untung yang didapat mampu menutupi harga beli pupuk yang dikeluarkan di awal. Pupuk non-subsidi juga terjamin mutunya karena memiliki ijin edar yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian. Perbedaan harga tentu berpengaruh pada kualitas yang didapatkan. Namun, apapun pilihan pupuknya, sudah sepatutnya tanaman dirawat dan dibudidayakan secara maksimal. Maju terus pertanian Indonesia!  Referensi: Neura Farm, Saprotan Utama  

Eratani / 21 Juli 2022