Blog

  /  

Article

ARTIKEL TERBARU

ARTIKEL

Jatu Barmawati: Si Petani Milenial yang Inspiratif

Jatu Barmawati adalah seorang wanita berusia 29 tahun yang lahir di pinggiran kota Lampung. Ia terlahir sebagai seorang anak petani dan hal inilah yang membawa langkah Jatu hingga bisa menjadi petani milenial yang inspiratif. Tumbuh besar dengan melihat usaha pertanian yang dikelola oleh ayahnya membuat Jatu memberanikan diri untuk turut terjun ke dunia pertanian. Dimulai dari mengambil jurusan pertanian hingga sekarang ia mampu menjadi eksportir wanita muda yang terbilang sukses. Kisah sukses Jatu Barmawati seolah menepis anggapan miring mengenai profesi petani yang identik dengan kata kuno, kotor, kumuh, dan berpenghasilan kecil. Sejak lulus kuliah, Jatu juga bertekad untuk merubah image miring mengenai profesi petani dan menganggapnya sebagai sebuah tantangan, motivasi, dan peluang untuk mengembangkan diri serta merubah mindset tersebut. Hal ini terbukti dengan Jatu yang berhasil menjadi seorang wirausaha pertanian milenial dengan sukses mengekspor manggis ke wilayah Eropa. Jatu Barmawati menganggap bahwa pertanian adalah sektor yang sustainability sexy yang mana semakin ditekuni, semakin membuat penasaran dan menggairahkan. Ia menilai bahwa hasil panen komoditas pertanian Indonesia memiliki kualitas yang baik dan tidak kalah saing dengan negara lain. Kesuksesan Jatu dalam mengekspor manggis ke Eropa khususnya Belanda, menjadikannya terpilih sebagai salah satu dari 67 Duta Pertanian Milenial(DPM)/Duta petani Andalan (DPA). Dengan menjadi salah satu bagian dari DPM membuat Jatu mendapatkan banyak teman dari berbagai provinsi. Sekaligus memperluas jaringan relasi Jatu, termasuk mereka yang siap mendukung dan mengembangkan kerjasama di sektor pertanian, terlebih lagi di bidang ekspor produk. Jatu juga berkomitmen untuk membagikan ilmu dan kesuksesannya dengan para pemuda pemudi di pedesaan. Referensi: IDN Times, Warta Ekonomi  

Eratani / 21 Juli 2022

Perbedaan Harga Pupuk Subsidi dan Non-Subsidi, Beda Kualitas?

Penggunaan pupuk dalam pertanian sangat penting karena pupuk merupakan sumber nutrisi untuk tanaman dan juga dapat menjaga tanaman dari serangan hama. Namun, di lapangan petani seringkali kesulitan dalam membeli pupuk karena tidak memiliki modal yang cukup. Secara umum, pupuk subsidi merupakan seluruh jenis pupuk yang penyaluran dan pengadaannya memperoleh subsidi dari pemerintah. Produsen pupuk bersubsidi merupakan perusahaan yang resmi ditunjuk oleh pemerintah. Produsen mendapatkan bantuan dana dari pemerintah untuk pengadaan pupuk yang bersubsidi sehingga pupuk dapat dijual dengan harga lebih murah kepada petani. Dengan disparitas harga yang cukup tinggi antara pupuk subsidi dan non-subsidi, apakah kualitas yang ditawarkan sepadan? Simak perbedaannya di bawah ini! 1. Lama Penyerapan Perbedaan dalam kualitas juga bisa dilihat, jika membandingkan kedua pupuk ini. Pupuk subsidi cenderung menyebabkan masa penyerapan yang lebih lama, dan berbeda dengan pupuk non subsidi. Hal ini dikarenakan kandungan bahan, dimana pupuk subsidi cenderung memiliki kandungan yang sama. Sedangkan pupuk non subsidi biasanya lebih bervariasi, sehingga penyerapan yang disebabkan lebih cepat. 2. Perbedaan Harga dan Target Pasar Harga pupuk subsidi cenderung lebih murah dibandingkan pupuk non-subsidi karena pendanaan yang berasal dari pemerintah, dibanding pupuk non subsidi. Biasanya, perbedaan harga berselisih sekitar kurang lebih Rp3000,00 per kilogram. Selain itu, pupuk bersubsidi biasanya diperuntukkan petani yang tergabung dalam kelompok tani dan telah terdaftar dalam sistem e-RDKK sedangkan pupuk non-subsidi ditargetkan untuk perusahaan atau pelaku usaha. 3. Warna dan Kemasan Pupuk Secara fisik, perbedaan yang dapat dilihat adalah dari warna kedua pupuk. Warna pupuk subsidi dan non-subsidi dibuat berbeda, guna meminimalisir terjadi penyelewengan dalam penggunaan pupuk subsidi. Contoh yang dapat diambil adalah pupuk urea subsidi cenderung memiliki warna merah muda atau pink, sedangkan pupuk urea non-subsidi berwarna putih. Perbedaan selanjutnya terletak pada kemasan pupuk tersebut. Kemasan pupuk subsidi memiliki ciri pada karungnya, yaitu terdapat tampilan logo Pupuk Indonesia di bagian depan karung dan bertuliskan ‘Pupuk Bersubsidi Pemerintah’. 4. Kualitas Pupuk Meski harga pupuk non-subsidi cenderung lebih mahal, namun kualitas yang ditawarkan pupuk non-subsidi mampu menghasilkan panen yang berlimpah ruah jika tanaman dirawat dengan baik. Oleh karena itu, untung yang didapat mampu menutupi harga beli pupuk yang dikeluarkan di awal. Pupuk non-subsidi juga terjamin mutunya karena memiliki ijin edar yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian. Perbedaan harga tentu berpengaruh pada kualitas yang didapatkan. Namun, apapun pilihan pupuknya, sudah sepatutnya tanaman dirawat dan dibudidayakan secara maksimal. Maju terus pertanian Indonesia!  Referensi: Neura Farm, Saprotan Utama  

Eratani / 21 Juli 2022
  •    
  • 1
  • 2
  •