Mengurai Jejak Karbon: Bagaimana Pertanian Menyumbang pada Krisis Iklim

Eratani / 14 Oktober 2024

Cuaca yang tidak menentu, gelombang panas yang ekstrem, dan banjir yang semakin sering terjadi merupakan beberapa contoh nyata akibat dari perubahan iklim yang sedang kita hadapi. Kondisi tersebut tidak hanya memengaruhi iklim global, tetapi juga mengancam kelangsungan hidup manusia dan alam.  

Perubahan iklim bukan fenomena yang terjadi begitu saja. Ada faktor-faktor yang mendorong perubahan iklim dan salah satu yang paling signifikan adalah emisi gas rumah kaca. Gas rumah kaca yang dihasilkan oleh zat seperti karbon dioksida (CO₂), metana (CH4), dan dinitrogen oksida (N₂O) mengikat panas di atmosfer dan menyebabkan peningkatan suhu global. 

Gas Rumah Kaca, Emisi Karbon, dan Jejak Karbon

Gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer bumi yang menyerap dan memancarkan radiasi inframerah, menyebabkan panas terperangkap di atmosfer dan meningkatkan suhu global. Salah satu komponen penting dari gas rumah kaca adalah emisi karbon, yang merupakan pelepasan gas karbon ke atmosfer dalam bentuk karbon dioksida (CO₂). Emisi ini dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batu bara) untuk energi, transportasi, dan proses industri, serta aktivitas alami seperti pembusukan organik di alam.

Jejak karbon mengacu pada total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh suatu aktivitas, produk, atau individu dalam periode tertentu. Sederhananya, jejak karbon adalah ukuran "jejak" emisi yang kita tinggalkan di planet ini. Semakin besar jejak karbon suatu aktivitas, semakin besar dampaknya terhadap pemanasan global.

Sumber: databoks.katadata

Meningkatnya volume emisi karbon sejak 20 tahun terakhir telah menimbulkan kekhawatiran global mengenai dampak perubahan iklim terhadap kehidupan dan lingkungan. Dalam konteks ini, pertanyaan yang muncul adalah: Apakah pertanian ada kaitannya dengan emisi karbon atau perubahan iklim yang terjadi? Mari kita telaah lebih lanjut bagaimana praktik pertanian dapat mempengaruhi emisi karbon dan berkontribusi pada perubahan iklim yang kita hadapi saat ini.

Jejak Karbon dan Aktivitas Pertanian

Beras merupakan makanan pokok bagi lebih dari 3 miliar orang di seluruh dunia, termasuk Indonesia yang merupakan salah satu produsen terbesar. Namun, di balik pentingnya beras untuk ketahanan pangan, produksi padi ternyata memiliki dampak lingkungan yang signifikan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sektor pertanian, terutama produksi padi, berperan besar dalam perubahan iklim. Aktivitas pertanian yang tampak sederhana ini ternyata menyumbang emisi gas rumah kaca yang signifikan, yang pada akhirnya berdampak pada pemanasan global.

Menurut data dari Low Carbon Development Indonesia, sektor pertanian menyumbang sekitar 13% dari total emisi karbon di Indonesia. Salah satu komponen utama dalam sektor ini adalah produksi padi, yang menghasilkan emisi signifikan melalui dua sumber utama: emisi metana (CH4) dan nitrous oxide (N2O).

 

Sumber emisi energi sektor pertanian berasal dari padi (11%), pupuk (38%), limbah ternak/pupuk kandang (7%), peternakan (31%), dan peternakan lainnya (13%).

Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jejak karbon (carbon footprint) di 34 provinsi pada musim kemarau mencapai 1.900.341,48 kg per hektar, sedangkan pada musim hujan mencapai 1.892.825,68 kg per hektar.

Sumber Utama Emisi Karbon dalam Produksi Padi

Penelitian oleh Mufidah Afiyanti dan Rose Novita Sari Handoko telah mengidentifikasi beberapa faktor yang berkontribusi terhadap jejak karbon dalam produksi padi. Penggunaan air irigasi menjadi penyumbang terbesar, diikuti oleh emisi metana (CH4) dari lahan sawah, penggunaan pupuk NPK, emisi nitrous oxide (N2O), dan emisi dari solar yang digunakan untuk alat pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya air dan penggunaan pupuk yang efisien sangat penting dalam mengurangi emisi

Air Irigasi

Penggunaan air irigasi menjadi penyumbang terbesar. Lahan sawah yang tergenang menjadi salah satu sumber metana terbesar dalam pertanian global, berkontribusi hingga 10% dari total emisi metana di dunia dan sebagai gas rumah kaca, metana memiliki efek pemanasan yang 25 kali lebih kuat dibandingkan dengan karbon dioksida (CO2).

Pupuk Nitrogen

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal "Nature" pada tahun 2022 menemukan bahwa penggunaan pupuk nitrogen sintetis secara global menghasilkan emisi N2O yang setara dengan emisi dari 2,9 miliar ton CO2. Pupuk NPK (Nitrogen, Fosfor, Kalium) yang umum digunakan dalam pertanian padi berkontribusi terhadap emisi nitrous oxide (N2O), gas rumah kaca yang memiliki dampak pemanasan 298 kali lebih besar daripada CO2.

Solar

Penggunaan solar untuk alat-alat pertanian juga berkontribusi dalam emisi karbon. Setiap liter solar yang digunakan melepaskan sekitar 2,68 kg CO2 ke atmosfer. Dengan demikian, produksi padi yang bergantung pada peralatan mekanis turut meningkatkan jejak karbon dalam sektor ini.

Melalui pemahaman tentang jejak karbon dalam sektor pertanian, kita dapat mengambil langkah-langkah nyata untuk mengurangi emisi dan membangun sistem pangan yang lebih berkelanjutan.

Bagikan Postingan Ini

Lihat Artikel Lainnya